JAKARTA, LK.com — Center of Economic and Law Studies atau Celiosmenilai bahwa terdapat dugaan kesengajaan untuk memperlambat pencairan anggaran program pemulihan ekonomi nasional atau PEN. Diperkirakan realisasi anggaran program itu hanya akan mencapai 88,5 persen. Ekonom dan Direktur Celios Bhima Yudhistira menilai bahwa terdapat dua kemungkinan penyebab realisasi anggaran PEN lambat.
Pertama adalah adanya perubahan kebijakan atau aturan teknis dalam berbagai hal. Menurutnya, hal tersebut membuat penyesuaian pelaksanaan program reguler dan pemulihan ekonomi memerlukan waktu lebih lama. Birokrasi pemerintahan pun berjalan lebih lambat dan berimbas kepada kecepatan penyerapan anggarannya.
Kedua, Bhima melihat adanya indikasi kesengajaan untuk menjaga pencairan anggaran PEN. Menurutnya, tujuannya adalah untuk menurunkan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). “Di saat yang sama kan penerimaan pajak 100 persen lebih, tetapi stimulusnya [lewat PEN] kok lambat? Itu kan menjadi pertanyaan,” ujar Bhima kepada Bisnis, Kamis (30/12/2021).
Menurut Bhima, penggunaan PEN secara maksimal mungkin berdampak kepada porsi dana stimulus-stimulus tersebut terhadap pemulihan ekonomi secara makro akan semakin besar. “Meskipun tantangan dari pandeminya saat ini sudah lebih rendah dari saat varian delta menyebar, kita masih mesti waspada karena ada varian omicron, mungkin itu mendasari pencairan anggaran jadi ketat,” ujarnya.
Bhima menilai bahwa mestinya pencairan PEN dapat berjalan lebih cepat karena seperti namanya, program itu sangat vital bagi pemulihan ekonomi nasional. Masyarakat menghadapi tekanan tinggi dari ancaman inflasi karena kenaikan harga energi dan kebutuhan pokok, sehingga bantalan sosial dari PEN menjadi amat penting. “Kondisi itu bisa menekan daya beli masyarakat yang rentan miskin dan miskin. Sehingga dana stimulus, khususnya bantuan sosial tunai dan subsidi upah tetap dibutuhkan sampai akhir 2022,” ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memproyeksikan realisasi anggaran PEN tahun ini hanya akan mencapai Rp658,9 triliun atau 88,5 persen dari pagu Rp744,77 triliun. Rendahnya serapan itu menurut Airlangga terjadi karena ada beberapa program yang tidak berjalan dan terjadi pengembalian dana. “Kemarin ada faktor imbal jasa penjaminan [IJP] dari sektor keuangan yang Rp30 triliun dikembalikan karena perbankan likuiditasnya bagus jadi dia tidak membutuhkan tambahan alokasi untuk penjaminan,” ujar Airlangga pada Kamis (30/12/2021).